Siaran Pers:
Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1566K/PDT/2011 tanggal 28 November 2011, yang menyatakan Goa Temuluang adalah sah hak milik persekutuan hukum adat Bangkalaan Dayak, belum juga memberikan jaminan kepastian bagi pengelolaan Sarang Burung Walet Goa Temuluang di Desa Bangkalaan Dayak Kec. Kelumpang Hulu Kab. Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.
Salah satu tokoh adat Bangkalaan Dayak bapak Herdinand dalam jumpa pers pada Jumat 25 April 2014 di Rumah AMAN Jakarta mengatakan “Kami sungguh bingung, sejak turun temurun kami tahu Goa Temuluang berada di wilayah adat kami bahkan putusan Mahkamah Agung telah memenangkan kami komunitas adat Bangkalaan Dayak adalah pemilik sah Goa Temuluang, tapi justru kami yang dicari-cari polisi dan diancam akan ditangkap jika kami melakukan panen sarang burung walet dalam Goa Temuluang”, ungkap Herdinand.
Tokoh masyarakat Bangkalaan Dayak lainnya Rully Lipan ikut menambahkan bahwa “atas masalah ini, Kepala Desa kami telah menyurati Bapak Bupati untuk meminta petunjuk dan arahan, melakukan musyawarah bersama kelembagaan adat dihadiri unsur Muspika yang menghasilkan kesepakatan pengelolaan sarang burung walet, hingga meminta perlindungan hukum kepada Kapolda Kalimantan Selatan, namun tetap warga kami berada pada posisi yang tidak berdaya dan dikejar-kejar hingga banyak diantara warga kami yang ketakutan lari ke hutan-hutan, sementara dilain pihak kami tahu ada kegiatan panen yang justru diamankan dan dikawal oleh pihak kepolisian”.
Komunitas adat Balai Bangkalaan Dayak adalah anggota dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) organisasi kemasyarakatan yang menghendaki terwujudnya kehidupan masyarakat adat yang berdaulat, adil, sejahtera, bermartabat dan demokratis. Dan atas kasus yang sedang dihadapi ini, AMAN melalui Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) yang mengemban tugas pembelaan hukum bagi anggota menilai ada pemaksaan kehendak pihak tertentu diluar komunitas yang bermotif mengejar keuntungan ekonomi secara pribadi, dengan melibatkan aparat kepolisian Polres Kotabaru dan Polsek Kelumpang Hulu di wilayah hukum Polda Kalimantan Selatan.
Mualimin Pardi Dahlan selaku Ketua Badan Pelaksana PPMAN mengatakan “dari fakta lapangan dan dokumen-dokumen yang ada, kami melihat terang ada motif keuntungan pribadi yang cenderung dipaksakan pihak tertentu diluar kepentingan Komunitas Bangkalaan Dayak, dan sangat disayangkan Polres Kotabaru dan Polsek Kelumpang Hulu ikut melibatkan diri mengawal pengamanan, tidak menghormati putusan hukum yang menyatakan bahwa Goa Temuluang beserta sarang burung walet didalamnya adalah sah hak milik komunitas adat Bangkalaan Dayak, justru sebaliknya melakukan ancaman dan teror penangkapan bahkan penembakan kepada warga komunitas adat Bangkalaan Dayak yang melakukan panen sarang burung walet”.
Mualimin menambahkan “bahwa selama konflik ini berlangsung sudah ada 9 (sembilan) orang yang ditangkap satu diantaranya mengalami luka tembak, pengambilan harta benda milik warga, lebih dari 100 orang warga lari ke hutan karena ancaman penangkapan dari pihak kepolisian, dan atas campur tangan pihak kepolisian dalam masalah ini, kami telah sampaikan laporan kepada KOMNAS HAM RI, dan LPSK RI, selanjutnya laporan pengaduan akan diteruskan kepada KOMPOLNAS RI, OMBUDSMAN RI, dan KAPOLRI. Sementara atas kerjasama pihak tertentu yang tanpa hak melakukan panen sarang burung walet dan dengan sengaja menggerakkan kekuatan polisi akan kami ambil langkah hukum termasuk dilaksanakannya sidang adat sesuai ketentuan adat yang dipercaya dan berlaku ditengah komunitas adat Bangkalaan Dayak”.
Rumah AMAN Jakarta, 25 April 2014
Kontak Narasumber: Mualimin Pardi Dahlan HP: 081291117410 E-mail: ppman@aman.or.id
Kontak Media: Firdaus Cahyadi, Direktur Infokom AMAN. HP: 081513275698 E-mail: firdaus.cahyadi@aman.or.id
Permalink
Semua Pihak harus di periksa, baik yang melaporkan maupun yang di laporkan, jadi tidak hanya mendengarkan dari satu pihak saja yang mungkin saja mengatas nama kan warga adat….