Ternate 25 Maret 2014– Pengurus Wilayah AMAN Maluku Utara menyelenggarakan Training Community Organizer Berbasis Media yang diikuti 15 orang pemuda mewakili Komunitas Adat. Kegiatan ini berlangsung selama 4 hari (20 – 23 Maret) bertempat di Rumah PW AMAN Malut, Kota Ternate. Sebagai narasumber hadir Mahmud Mici (Redaktur Malut Post), Jainudin (Dinas Kehutanan Provinsi Malut) dan Jeffar Lumban Gaol ( Infokom PB AMAN).
Ketua BPH AMAN Munadi Kilkoda dalam sambutannya mengatakan training ini bertujuan untuk melatih pemuda dari komunitas adat agar dapat menginformasikan masalah yang dihadapi oleh komunitasnya.
“Liputan dan segmentasinya media mainstream atas konflik agraria antara masyarakat adat dengan pemerintah maupun perusahaan di Provinsi Maluku Utara masih minim, karena itu kita sendirilah yang harus menyuarakannya, membuat itu terpublikasi dengan baik. Anak – anak muda tidak boleh berpangku tangan, harus bisa menjadi jurnalis bagi komunitas adat, sehingga berkontribusi terhadap perjuangan masyarakat adat,” ungkap Munadi
Masih banyak media menaruh stigma buruk terhadap masyarakat adat, seperti suku primitif, bahkan pembunuh, contoh sederhana adalah berita suku Togutil di media massa beberapa waktu lalu. Sebagai jurnalis warga pemuda harus bisa membongkar ini dan menyampaikan fakta yang sebenarnya.
“Komunitas Masyarakat Adat butuh media alternatif seperti radio komunitas, buletin, facebook, twitter, blog, karena ini jalan bagi mereka untuk menyampaikan apa yang mereka hadapi. Media ini bisa mendorong perubahan ke arah yang lebih baik,” Ungkap Mahmud Mici yang juga Ketua AJI Kota Ternate.
Lebih jauh beliau mengatakan, radio komunitas sangat efektif membangun gerakan di kampung – kampung yang jauh dari jaringan media komunikasi. Harapannya masyarakat adat memiliki senjata itu dalam berjuang
Tehnik penulisan berita diberikan oleh Jeffar Lumban Gaol, Redaktur Pelaksana Infokom PB. Setelah mendapat pelajaran 5W+1H,
semua peserta pelatihan turun ke lapangan melakukan investigasi-reportasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Bastiong, hasil reportasi dikerjakan dalam bentuk berita lalu dikoreksi bersama.
Pada sesi terakhir, setelah menggali berbagai masalah di lingkungan komunitas seluruh peserta mendapat rekomendasi thema penulisan berita. Beragam tema pun muncul, mulai dari masalah ketahanan pangan, abrasi pantai dan konflik agraria.*** Ubaidi Abd. Halim