Mengenal dan memahami FPIC

Mengenal dan memahami FPIC

Ternate 13/ 07/ 2013. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara-Maluku Utara, mengadakan diskusi di rumah AMAN pada tanggal  12/07/2013 lalu, bersama KPI dan FoSHal. Diskusi ini dimaksudkan untuk mengenal dan memahami FPIC atau Free, Prior,Informed and Concent.  Narasumber diskusi ini adalah Munadi Kilkoda ketua BPH AMAN Maluku Utara dan melibatkan Pengurus Barisan Pemuda Adat serta  Badan Pengurus Harian AMAN Malut.

Penerapan Free, Prior,Informed and Concent (FPIC) atau persetujuan bebas tanpa paksaan,  masyarakat adat berhak menentukan apakah suatu proyek pembangunan dapat dilaksanakan atau ditolak atau mereka menentukan syarat-syarat untuk pelaksanaan proyek tersebut melalui pengambilan keputusan lewat musyawarah adat.

Hal-hal mengenai kegiatan yang menyebabkan penggusuran dan pemindahan dari  tanah atau wilayah mereka oleh proyek yang berdampak kepada tanah dan wilayah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan pemanfaatan atau eksploitasi mineral, air dan sumberdaya lainnya harus mendapat persetujuan dari masyarakat adat.

FPIC selama ini jarang dipakai sebagai sebuah resep keadilan sosial. Kelebihan FPIC adalah membuka peluang demokratisasi dalam pengambilan keputusan.  Karena perusahan yang berinvestasi di wilayah masyarakat adat harus menghormati dan menginformasikan secara jelas sejauh mana dampak ekologi, berapa jumlah tenaga kerja lokal, berapa lama proyek beroperasi. Ungkap Munadi

“Banyak contoh kasus  proyek tambang yang masuk ke- wilayah masyarakat adat namun tidak  pernah menerapkan mekanisme  FPIC, padahal masyarakatlah yang akan menerima dampak langsung dari aktifitas perusahan itu,” ungkap Munadi.

“Masyarakat adat dalam pengambilan keputusan harus lewat kelembagaan adat, pemetaan wilayah adat harus secepatnya direspon agar perjuangan hak-hak mereka  memiliki kekuatan hukum. Masyarakat adat bukan menjadi objek dalam pengambilan keputusan mereka harus di libatkan,” pungkas Munadi.

kelembagaan adat dan pemetaan wilayah adat sebagai bukti hukum keberadaan masyarakat adat sementara pemasangan plang adalah langka politik. Diskusi ini berakhir dengan tanya jawab.*** Supriadi Sudirman.

Tinggalkan Balasan