SUARAAGRARIA.com, Jakarta: Besok (16/5) Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengeluarkan putusan mengenai judicial review UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Akankah Putusan MK berpihak kepada masyarakat adat?
Seperti diketahui Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah mengajukan judicial review terhadap UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan ke MK beberapa waktu lalu.
AMAN menganggap UU Kehutanan terbukti dijadikan sebagai alat oleh negara untuk mengambil alih hak masyarakat adat atas wilayah hutan adatnya.
“Bila Mahkamah Konstitusi tidak menyetujui judicial review AMAN ini, maka keberlangsungan hidup masyarakat adat akan terancam, terutama yang menggantungkan hidupnya pada wilayah hutan adat mereka,” tegas Sekretaris Jenderal AMAN Abdon Nababan (15/5).
“Masyarakat Adat diakui eksistensinya, tapi hak pengelolaan-nya tidak diakui. Padahal mereka sudah tinggal dan menggantungkan hidupnya pada hutan adatnya sejak turun temurun. Contohnya bisa dihat di Komunitas adat kasepuhan di Lebak, Banten. Komunitas adat Kasepuhan ini sudah tinggal disekitar dan didalam kawasan hutan Gunung Halimun-Salak jauh sebelum kawasan hutan mereka ditetapkan secara sepihak sebagai kawasan konservasi. Dengan alasan konservasi, hak-hak komunitas adat kasepuhan dirampas. Namun dilain pihak, negara membiarkan konsesi pertambangan dan perkebunan ke pemodal didalam kawasan hutan konservasi tersebut. Disinilah kami melihat betapa negara lebih berpihak pada pemodal daripada komunitas-komunitas adat di sektor kehutanan,” kata Abdon Nababan.
AMAN meminta MK membatalkan dan mengubah (penambahan atau pengurangan) terhadap beberapa pasal dalam UU Kehutanan, yaitu: pasal 1 angka (6); pasal 4 ayat (3); pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), pasal 50 ayat (2); pasal 67, dan pasal 68 ayat (3) dan ayat (4).
AMAN menilai pasal-pasal tersebut sangat bertentangan dengan UUD 1945.
Sumber: suaraagraria.com