Pidato Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Sekjen AMAN) dalam menyambut Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara dan 14 Tahun AMAN

Barabai, Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan
17 Maret 2013

Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata”

Hidup Masyarakat Adat! Hidup AMAN!

Sebelumnya, ijinkan saya mengucapkan salam hormat kepada semua kepada semua leluhur Masyarakat Adat, alam semesta dan sang pencipta.

Saudara saudariku Masyarakat Adat di seluruh nusantara, hari ini kita kembali memperingati hari yang bersejarah dalam perjalanan Masyarakat Adat di Indonesia. Hari ini, 14 Tahun yang lalu, lebih dari empat ratus pemimpin adat dari berbagai penjuru nusantara berkumpul di Hotel Indonesia menyatakan
tekad untuk menyatukan langkah, memperjuangkan dan merebut kembali hak Masyarakat Adat yang selama ini dirampas oleh negara.

14 tahun yang lalu, para pemimpin kita menyerukan “Jika Negara Tidak Mengakui Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Sikap tersebut adalah wujud perlawanan terhadap perampasan hak-hak Masyarakat Adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM yang terus terjadi bahkan setelah Indonesia merdeka.

Hari ini kita merayakan 14 tahun AMAN. Ijinkan saya mengajak kita semua menelusuri perjalanan Masyarakat Adat dalam satu tahun terakhir. Perjalanan berliku dan diwarnai pasang surut perjuangan dan penegakan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia.

Pertama, saya ingin menyampaikan kemajuan-kemajuan perjuangan Masyarakat Adat nusantara dalam satu tahun terakhir. Kita perlu berterima kasih karena sejak 2012 hingga saat ini DPR RI sedang menggodok RUU Masyarakat Adat yang merupakan mandat UUD 1945 khususnya pasal 18B ayat 2. Kita juga perlu berterima kasih kepada Kepala UKP4 dan Kepala BIG yang telah menerima 2,4 juta hektar peta wilayah adat untuk diintegrasikan dalam “Satu Peta Indonesia”. Penerimaan peta wilayah adat ini adalah sebuah sejarah dimana akhirnya masyarakat adat secara resmi mulai terlihat hadir dalam
negara Indonesia.

Perkembangan menggembirakan juga terjadi di daerah-daerah. Kita tidak akan lupa bahwa Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara menjadi tuan rumah dan penyelenggara KMAN IV pada bulan April 2012. Kemudian DPR Kabupaten Malinau mensahkan Perda Malinau tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Malinau. Saya juga masih mengingat bahwa Bupati Banyuwangi menyambut kami dengan tangan terbuka di Desa Kemiren selama pelaksanaan RPB AMAN Ke-11 pada bulan November 2012. Dan yang terkini adalah sambutan baik dari Pemprov Kalimantan Tengah dan khususnya Pemda Gunung Mas yang menjadi tuan rumah dan penyelenggara RAKERNAS III AMAN bulan lalu di Palangkaraya dan Tumbang Malahoi.

Kedua, saya ingin menyampaikan tantangan yang dihadapi gerakan Masyarakat Adat Nusantara ke depan. Kita semua tahu bahwa eskalasi konflik agraria dan pelanggaran HAM yang masih tinggi, bahkan cenderung makin marak selama 2013. Konflik atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam antara Masyarakat Adat dengan pemerintah dan korporasi terus berlangsung di berbagai pelosok nusantara. Dalam enam bulan terakhir AMAN mencatat ada 218 orang anggota komunitas yang ditahan (Maluku Utara – 49 orang; Pandumaan Sipituhuta – 31 orang; Maluku Tenggara Barat – 76 orang; Sumsel – 3 orang; Sulsel – 11 orang; Tana Luwu – 8 orang; Bengkulu -8 orang; Kalteng – 16 orang; Kalsel 5 orang; Kaltim 5 orang; Sulut – 4 orang; NTB – 1 Orang; Manggarai Timur 1 orang). Sebagian besar diantara mereka sudah dibebaskan atau tahanan luar dan sekitar 10% masih dalam proses di kepolisian atau masih ditahan dan selebihnya masih dalam tahanan menunggu proses kepolisian. Angka diatas belum termasuk komunitas Masyarakat Adat yang mengalami penyerangan dan kekerasan fisik, intimidasi, serta tidak punya akses terhadap layanan hukum dan informasi.

Kami memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial ini akan semakin meningkat setahun ke depan bersamaan dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014. Seperti di masa sebelumnya, ijin-ijin dan Hak Guna Usaha di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk mendapatkan uang segar membiayai pemenangan jabatan-jabatan politikmelalui Pemilu maupun Pilpres.

Kita semua prihatin dengan rendahnya perhatian dan upaya-upaya sistematik dari Pemerintah untuk menyelesaikan ribuan konflik agraria dan konflik sosial yang dialami Masyarakat Adat di seluruh pelosok nusantara. Pemerintah belum menempatkan konflik agraria dan sosial yang saat ini marak sebagai situasi yang luar biasa dan mengancam integritas Negara-bangsa. AMAN kembalimenyatakan bahwa konflik agraria dan sosial merupakan bencana nasional dan diperlukan upaya-upaya luar bisa untuk menyelesaikannya secara tuntas.

Di tengah-tengah meningkatnya konflik agraria dan pelanggaran HAM ini, AMANmenyesalkan konflik internal yang terjadi di KOMNAS HAM. AMAN memandang konflik ini sebagai upaya untuk melemahkan lembaga yang seharusnya menjadi harapan sebagai ujung tombak penegakan HAM di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah dan KOMNAS HAM perlu segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk segera menyelesaikan konflik internal tersebut demi tegaknya pemenuhan HAM di Indonesia.

Masyarakat Adat sudah tidak sabar menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, mengenai status hutan adat. Apakah putusan MK nanti akan melanjutkan perampasan hak Masyarakat

Adat atas hutan di wilayah adatnya, atau putusan ini akan mengembalikan hak konstitusional Masyarakat Adat sebagai pemegang hak kolektif atas hutan adatnya?

Ketiga, dalam kesempatan ini ijinkan saya menyampaikan semangat juang dan arahan kepada seluruh masyarakat adat untuk tetap berjuang, dengan atau tanpa Pemerintah!

Lanjutkan pemetaan wilayah adat!

Lanjutkan upaya-upaya sistematik untuk memulihkan kekuatan hukum dan peradilan adat! Kembalikan musyawarah adat sebagai lembaga pengambilan keputusan bersama dan yang paling tinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga adat!

Periksa kembali kelembagaan adat, singkirkan anasir-anasir jahat yang sempat dilekatkan Rejim Orde Baru di tengah kehidupan Masyarakat Adat. Perbaharui kelembagaan adat agar mampu memimpin dan membawa Masyarakat Adat menuju zaman baru, Indonesia Baru yang berdaulat, mandiri dan bermartabat.

Dengan semakin tingginya eskalasi konflik agraria dan konflik sosial yang disertai dengan kriminalisasi kepada para aktivis gerakan Masyarakat Adat, rapatkan barisan! Masyarakat Adat yang lebih cerdas dan terorganisir, kita pasti bisa menyelsaikannya, dengan atau tanpa Pemerintah. Masyarakat Adat harus terus merawat kepercayaan dirinya dan memperteguh komitmennya untuk memimpin dan mengarahkan perubahan yang lebih baik ke masa depan, khususnya dalam menyelesaikan konflik agraria di wilayah adat kita masing-masing.

Terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2014, Kongres dan Rakernas AMAN sudah mengamanatkan agar Masyarakat Adat mengutus kader-kader terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik yang memungkinkan kita untuk kembali berdaulat, mandiri dan bermartabat di wilayah adat kita masing-masing. Sejak awal, pilihlah partai politik yang sudah jelas mendukung pengesahan segera RUU PPHMA menjadi UU. Kita sudah bersepakat bahwa di Pemilu dan Pilpres 2014, setiap suara yang dimiliki oleh Masyarakat Adat tidak boleh mendukung, apalagi memilih calon legislator atau calon presiden yang maju dari partai yang tidak
mendukung RUU Masyarakat Adat! Mari kita persiapkan diri untuk menghadapi saat penting itu!

Akhirnya, ijinkan saya untuk menunjukkan kepada seluruh saudara-saudariku Masyarakat Adat di seluruh penjuru nusantara, bahwa sesungguhnya ada cahaya di ujung lorong yang gelap. Kemajuan-kemajuan kecil dan sedang sudah kita raih sejak kita menyatakan bangkit bersama dengan “Kalau Negara Tidak Mengakui
Kami, Maka Kami Tidak Mengakui Negara”. Setiap kemajuan ini bagaikan cahaya kecil yang menyinari lorong kehidupan Masyarakat Adat di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, juga di tengah kehidupan global yang sedang mengalami krisis demi krisis.

Kemajuan-kemajuan itu juga semakin memperlihatkan kepada kita semuabahwa tantangan di masa depan masih banyak. Lorong kehidupan kita masih remang-remang, antara gelap dan terang. Masa seperti ini adalah masa yang kritis dan berbahaya karena banyak godaan yang memberikan nikmat hidup
yang sesaat. Nikmat hidup yang saat ini akan membawa kita menjadi sesat.

Cahaya besar sudah di depan mata!!!

Putusan MK akan menjadi cahaya besar yang menuntun kehidupan paling sedikit 30 juta komunitas Masyarakat Adat yang saat ini kehilangan hak atas hutan adatnya karena pemberlakuan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

UU Masyarakat Adat akan menjadi cahaya terang yang besar untuk menuntun langkah 70 juta Masyarakat Adat di Indonesia menuju kehidupan yang lebih damai, berkeadilan dan sejahtera, mengakhiri 68 tahun kemerdekaan yang tertunda dan menjadi warga negara Indonesia sepenuhnya!!

Harapan untuk meraih masa depan yang lebih baik ada di hadapan kita. Saya ingin kita semua memelihara harapan ini dengan doa agar para leluhur Masyarakat Adat nusantara dan Sang Pencipta Alam Semesta Tuhan Yang Maha Kuasa membimbing Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan yang adil bagi Masyarakat Adat, seluruh anggota DPR RI dan Presiden RI untuk segera mensahkan dan menyetujui RUU PPHMA sesuai usulan AMAN menjadi UU di tahun 2013 ini.

Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata”

Hidup Masyarakat Adat! Hidup AMAN!

Abdon Nababan
Sekretaris Jendral
Aliansi MAsyarakat Adat Nusantara/AMAN

Tinggalkan Balasan