Pada 26 Maret 2013, digelar Pertemuan Tingkat Tinggi Agenda Pembangunan Pasca 2015 di Nusa Dua, Bali. Pertemuan tersebut diikuti para pemimpin dunia untuk membahas strategi Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs).
Dalam pertemuan tersebut, Sekjen Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP) Joan Carling mengusulkan tiga poin untuk Agenda Pembangunan dari Masyarakat Adat. Ketiga poin itu adalah kesetaraan, non diskrimininasi, dan inklusi; pertumbuhan dan perkembangan berkelanjutan; dan kemitraan.
Untuk mencapai kesetaraan, non diskriminasi, dan inklusi, Carling menyarankan tiga hal. Pertama, menetapkan kebijakan dan mekanisme untuk menjamin pengakuan dan perlindungan hak-hak kolektif masyarakat adat atas tanah, wilayah dan sumber daya, serta hak-hak lain di bawah Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP).
Kedua, memastikan partisipasi penuh dan efektif masyarakat adat dalam perumusan agenda pembangunan pasca 2013 yang mencakup indikator-indikator kunci terkait masyarakat adat.
Ketiga, dalam seluruh aspek pembangunan, prioritaskan kondisi-kondisi dan kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan adat, pemuda adat, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
Untuk pertumbuhan dan perkembangan berkelanjutan, Carling mengusulkan untuk menerapkan hak masyarakat adat atas persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (free, prior and informed consent); membentuk mekanisme yang menjamin partisipasi penuh dan efektif masyarakat adat di semua tahap pembangunan.
Sedangkan untuk poin kemitraan, Carling menyarankan untuk membangun kemitraan dengan masyarakat adat yang didasarkan pada kepercayaan dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat di seluruh tingkat (global ke lokal) demi pembangunan berkelanjutan yang juga mempromosikan ekonomi hijau masyarakat adat.