PerspektifNews, Jakarta – Keberadaan masyarakat adat di Indonesia semakin mendapatkan tempatnya dalam bidang sosial dan kenegaraan. Hal ini berbanding terbalik ketika pada masa Orde Baru yang memandang masyarakat adat komunitas tradisional yang tidak mau maju dan menghambat pembangunan.
Bahkan, tak jarang pemerintah Orde Baru memberikan cap komunis kepada komunitas masyarakat adat yang menolak proyek pembangunan. Padahal penolakan oleh komunitas masyarakat adat dikarenakan proyek pembangunan tersebut akan mengancam lingkungan sosialnya. Tujuan dari pemberian label komunis tersebut tidak lain adalah untuk menakut-nakuti mereka sekaligus menjadi alasan pembenar bahwa penolakan masyarakat adat terhadap suatu kebijakan yang mengancam eksistensinya pantas untuk direpresi karena menolak pembangunan.
Berdasarkan siaran pers AMAN yang diterima oleh PerspektifNews, tumbangnya penguasa Orde Baru, berbagai komunitas masyarakat adat yang tersebar di tanah air mulai menyadari keberadaan mereka adalah sama di depan hukum sebagai warga Negara Indonesia. Tepat tanggal 17 Maret tahun 1999, lebih dari empat ratus pemimpin adat dari berbagai penjuru nusantara berkumpul di Hotel Indonesia, Jakarta. Mereka menyerukan slogan “Jika Negara tidak mengakui kami, maka kami tidak mengakui Negara.” Seruan tersebut adalah wujud perlawanan terhadap perampasan hak-hak masyarakat adat oleh negara dalam bentuk perampasan tanah, wilayah dan sumberdaya alam serta pelanggaran HAM yang terus terjadi.
“Tanggal 17 Maret kemudian dimaknai oleh masyarakat adat sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara serta terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN),” kata Sekretaris Jenderal AMAN, Abdon Nababan.
Seiring bergulirnya perjalanan waktu, pada usia AMAN yang ke-14 ini ada banyak peristiwa dan catatan Masyarakat adat dalam perjuangannya untuk meraih pengakuan hak-hak yang diwariskan oleh leluhurnya. Cahaya dan harapan mulai menyinari masyarakat adat, namun masyarakat adat masih menunggu dan harus tetap memperjuangkan harapan itu.
Menurut Abdon Nababan, mereka mencatat eskalasi konflik agraria dan pelanggaran HAM masih sangat tinggi, bahkan cenderung makin marak pada tahun 2013 ini. “Dalam enam bulan terakhir ini saja AMAN mencatat ada 218 orang anggota komunitas. Sebagian besar diantaranya sudah dibebaskan atau menjadi tahanan luar. Sementara sekitar 10% lagi masih dalam proses kepolisian atau ditahan dan selebihnya masih dalam tahanan menunggu proses kepolisian,” ujarnya.
AMAN memperkirakan eskalasi konflik agraria dan sosial akan semakin meningkat setahun ke depan. Hal ini, menurutnya, seiring dengan dinamika politik yang makin tinggi menuju Pemilu dan Pilpres 2014 dimana ijin-ijin dan Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah-wilayah adat akan lebih banyak dikeluarkan untuk mendapatkan uang segar demi membiayai pemenangan jabatan-jabatan politik saat Pemilu maupun Pilpres.
Saat ini DPR RI sedang menggodok RUU tentang Masyarakat Adat yang merupakan mandate UUD 1945 khususnya pasal 18B ayat 2 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
“AMAN juga berterima kasih kepada Kepala UKP4 dan Kepala BIG yang telah menerima 2,4 juta hektar peta wilayah adat untuk diintegrasikan dalam “Satu Peta Indonesia”. Penerimaan peta wilayah adat ini adalah sebuah sejarah dimana akhirnya masyarakat adat secara resmi mulai terlihat hadir dalam negara Indonesia,” demikian pernyataan Abdon.
Menurutnya, percepatan pemetaan wilayah adat dan pemulihan kekuatan hukum dan peradilan adat akan mengembalikan musyawarah adat sebagai lembaga pengambilan keputusan bersama yang tertinggi dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga adat.
Sementara terkait dengan Pemilu dan Pilpres 2014, Abdon menyatakan kongres dan Rapat Kerja Nasional AMAN beberapa waktu lalu telah menyebutkan bahwa masyarakat adat akan memilih partai politik yang sudah jelas mendukung pengesahan RUU PPHMA menjadi UU. Masyarakat adat sudah sepakat bahwa dalam Pemilu dan Pilpres 2014, mereka tidak akan mendukung calon legislator dan calon presiden yang tidak mendukung pengesahan RUU Masyarakat adat. (Daus/Jejen)
Sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/5147111105346aeb0c00000a/aman-segera-sahkan-ruu-masyarakat-adat/
Permalink
hello! , I adore your current publishing quite definitely! talk about most of us carry on a communication extra roughly your own document for AOL? I personally require a professional during this place to unravel the difficulty. May be that is certainly an individual! Looking ahead to appearance you.