Melawan stigma lewat pembentukan Firma Hukum bersama

25 Nov Bumi Surabaya Hotel, Surabaya, Jawa-Timur.
Kongres Nasional Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa menggelar seminar diskusi Komisi II untuk:  Advokasi dan Pemberdayaan serta Peningkatan Kapasitas. Dua pembicara yang hadir adalah Ir Hadi Prajoko, SH.MA, Ketua DPD HPK Jawa Timur dan Abdon Nababan, Sekjen, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Pembicara pertama Ir Hadi Prajoko, alumni Universitas Brawijaya ini memaparkan fakta-fakta ketidakadilan yang dialami para kaum Penghayat Kepercayaan dengan berbagai stigma seperti, partai terlarang, aliran sesat dan selalu dijadikan kambing hitam jika terjadi penganiayaan atau pembunuhan.

Aparatur negara khususnya penegak hukum juga sangat lemah dalam memahami nilai-nilai Kepercayaan dan Ketuhanan, Komunitas Adat dan Tradisinya. Sehingga ketika mengangkat delik hukum, mereka lemah menyimpulkan perkara-perkara yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tersebut.

Sementara itu Sekjen AMAN, Abdon Nababan mengungkapkan jika dirinya tak merasa nyaman jika harus menyebut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Abdon Nababan lebih merasa pas  dengan sebutan penganut agama leluhur.

“Saudara-saudara sekalian sebenarnya tadi sudah dihantarkan dengan sangat baik oleh pak Hadi,  memberikan satu gambaran persoalan yang kita hadapi saat ini. Jadi kalau kita bicara tentang kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mau mengucapkannya juga saya nggak rela, nggak pasrah, nggak kena di hati sesungguhnya,” ucap  Nababan membuka presentasinya. Namun antara penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan penganut agama leluhur sebenarnya mempunyai nasib yang sama.

Sama-sama jadi terasing di negerinya sendiri. Perbedaannya masyarakat adat punya ciri-ciri dan itu yang membuatnya berbeda dengan penghayat. Kalau penghayat mungkin ada yang dari basis leluhur tapi ada juga diilhami ajaran tertentu, dikembangkan oleh seseorang atau kelompok. Kalo di masyarakat adat itu gak ada nama penciptanya. Jadi merupakan warisan leluhur, papar Abdon Nababan lebih lanjut. Kalau masyarakat adat itu ada ciri khasnya dia terikat dengan wilayah adat. Antara agama leluhur dengan tanah itu tak bisa dipisahkan dengan wilayah di mana masyarakat adat itu hidup dan berkembang selama ratusan bahkan mungkin sudah ribuan tahun. Spiritualitas agama itu melekat dengan pengetahuan-pengetahuan dan sistem-sistem adat yang berkembang di wilayah mereka,” pungkas Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara tersebut.

Pada sisi lain kaum penghayat terlihat sedikit ragu-ragu untuk menyatakan bahwa spiritualitas mereka adalah bentuk sebuah agama.

Meski demikian antara Abdon Nababan dan Ir Hadi Prajoko sepakat menindak lanjuti hal ini dengan membangun Law Firm bersama untuk melawan stigma buruk sebagai aliran sesat yang ditujukan pada relegiusitas masyarakat adat maupun kaum penghayat kepercayaan tersebut.

Diharapkan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama pelatihan hukum dan pendidikan bagi kaum muda kedua belah pihak. ///*****

Tinggalkan Balasan