Press Release
Jakarta (8/11)- Masyarakat Adat Muara Tae, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat di Kalimantan Timur saat ini tengah terancam kehilangan wilayah adat yang menjadi sumber penghidupan mereka sejak zaman leluhur. Mereka diperhadapkan dengan PT. Borneo Surya Mining Jaya, perusahaan kelapa sawit yang telah beroperasi sejak tahun 2011 lalu. PT. BSMJ adalah anak perusahaan First Resources Ltd. yang merupakan anggota RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
Di Muara Tae, PT. BSMJ melakukan aktifitas penggusuran dan mengabaikan hak-hak masyarakat setempat. Aktifitas perusahaan mengancam hilangnya lebih dari 4300 hektar tanah masyarakat Muara Tae yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan mereka. Sejak awal dilakukan sosialisasi, keberadaan perusahaan dengan tegas ditolak oleh Warga Muara Tae. Perusahaan berdalih bahwa mereka telah mengikuti semua prosedur yang ada dan berhak melakukan aktifitas berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kutai Barat, Ismail Thomas tentang Tapal Batas yang dikeluarkan pada bulan Mei 2012. Dalam SK itu Bupati menyatakan bahwa warga Muara Ponaq adalah pemilik sah wilayah yang sejak dulu di akui oleh masyarakat masuk dalam wilayah Muara Tae. Setelah Surat Keputusan dikeluarkan, proses jual-beli tanah mulai di lakukan antara warga Muara Ponaq dengan pihak PT. Borneo Surya Mining Jaya.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh Bupati Kutai Barat dan mendesak pihak PT. Borneo Surya Mining Jaya untuk segera menghentikan segala aktifitas di atas wilayah tersebut sampai konflik dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak. PT. Borneo Surya Mining Jaya sebagai anggota RSPO harus mematuhi Prosedur RSPO untuk perkebunan baru yang telah diberlakukan sejak tahun 2009 dan salah satunya adalah larangan terhadap perusahaan untuk mengembangkan perkebunan baru yang bertempat di wilayah adat tanpa FPIC (Free, Prior, and Informed Consent). Perusahaan harus menghormati hak-hak masyarakat adat setempat.
AMAN mempertanyakan komitmen First Resources Ltd. Sebagai anggota RSPO dalam menghormati masyarakat Muara Tae yang merasa hak-haknya di langgar dan tanah adatnya telah di rampas. AMAN juga mendesak RSPO untuk menindaklanjuti pengaduan oleh EIA (Environmental Investigation Agency) (17/10). RSPO harus cepat melakukan tindakan nyata terhadap First Resources Ltd. mengingat kondisi di lapangan semakin bertambah parah.
Sampai saat ini masyarakat Muara Tae tetap tegas menentang keberadaan PT. Borneo Surya Mining Jaya di atas wilayah adat mereka. Masyarakat menuntut hak mereka atas FPIC dan dengan tegas menolak kompensasi yang ditawarkan oleh perusahaan. “Yang kami inginkan adalah tanah kami, wilayah adat kami yang selama ini menjadi sumber penghidupan kami. Wilayah kami yang lain sudah habis di babat oleh perusahaan Tambang Batu Bara. Kami tidak butuh kompensasi. Kami ingin tanah kami kembali” Ujar Masrani, Kepala Kampung Muara Tae di sela-sela RSPO RT 10 di Singapura(29/10).
Sampai press release ini di buat, ketegangan semakin meninggi antara warga Muara Tae dan warga Muara Ponaq. Warga Muara Tae melakukan re-claiming di lokasi penggusuran dengan cara mendirikan pos-pos penjagaan yang ditunggui secara berkala. Kedua Kampung menduduki pos penjagaannya masing-masing, bahkan sebagian besar di antara mereka membawa senjata tajam.
Contact Person:
Patricia MWattimena – Officer on Human Rights and International Affairs
Aliansi MasyarakatAdat Nusantara
+62852-4375-3674 – patricia@aman.or.id