(Jakarta, 19 September 2012) Saat ini sesi ke-21 Sidang Dewan HAM PBB sedang berlangsung di Jenewa, Swiss. Sangat disesalkan Indonesia memilih untuk tidak mengambil bagian dan memberikan respons pada agenda dialog interaktif bersama Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat adat (UNSR) dan Ketua Mekanisme Ahli Hak-Hak Masyarakat Adat (EMRIP) kemarin (18/9).
Hari ini, Indonesia akan kembali mengambil bagian dalam agenda “Consideration of UPR Report” oleh Dewan HAM PBB. Agenda hari ini merupakan kelanjutan proses rekam jejak penegakkan Hak Asasi Manusia Indonesia yang dievaluasi oleh Dewan HAM PBB dalam sesi ke-13 Universal Periodic Review (UPR) di Jenewa, Swiss (23/5) dimana beberapa isu kunci yang salah satunya adalah hak-hak masyarakat adat diangkat oleh banyak negara- negara anggota PBB yang berpartisipasi dalam sesi tersebut.
Pasca Sidang UPR, bulan Agustus lalu Kementrian Luar Negeri mengadakan Rapat Konsultasi Tindak Lanjut yang dihadiri oleh pihak pemerintah dan Organisasi Masyarakat Sipil di Indonesia. Dalam rapat konsultasi yang bertempat di Kantor Kementrian Luar Negeri (29/8), pemerintah Indonesia menyatakan penolakan mereka terhadap rekomendasi-rekomendasi terkait dengan masyarakat adat yang ditujukan kepada delegasi pemerintah Indonesia pada Sesi ke-13 UPR.
Pemerintah Indonesia menolak rekomendasi terkait dengan Ratifikasi Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 tentang Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat di Negara-Negara Merdeka. Disamping itu juga pemerintah menyatakan ketegasan mereka terhadap penolakan untuk mengundang Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat adat ke Indonesia, bahkan menolak menjamin hak-hak masyarakat adat di Indonesia.
Pemerintah menyatakan bahwa jika mereka menerima rekomendasi- rekomendasi tersebut di atas, akan ada implikasi legal yang sangat kompleks di Indonesia dan konsep masyarakat adat di Indonesia berbeda dengan konsep masyarakat adat dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP).
AMAN sebagai organisasi masyarakat adat terbesar di ASIA sangat menyesalkan pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Pernyataan tersebut bagi AMAN adalah sebuah kekeliruan yang fatal dan penolakan terhadap masyarakat adat di Indonesia adalah hal tidak dapat diterima.
Kenyataannya, Indonesia telah memiliki beberapa kebijakan nasional yang mengakui Hak-Hak Masyarakat Adat, diantaranya, UU No. 27 tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, TAP MPR RI No. 9/2001 dan UUD 1945.
Oleh sebab itu, AMAN menyerukan kepada Pemerintah RI untuk bersikap positif dan menerima rekomendasi Dewan HAM PBB melalui UPR terkait upaya perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat, termasuk rekomendasi-rekomendasi lain terkait penegakkan hak asasi manusia di Indonesia guna pemenuhan dan penghormatan HAM di Indonesia.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
Jl. Tebet Utara IIC No. 22, Jakarta Selatan 12820
Kontak Person :
Patricia Miranda Wattimena, Officer on Human Rights and International
Affairs : 085243753674 ; Email : patricia@aman.or.id
Permalink
Indonesia menolak rekomendasi hak-hak adat dalam sidang HAM PBB karena, Pemerintah Indonesia telah gagal memberikan perlindungan terhadap hak-hak adat di negaranya sendiri, dan semua peraturan perundang-undangan yang memuat berbagai perlindungan terhadap hak adatpun sudah dilanggar…
Permalink
Indonesia kan negara yang tidak tahu adat…
Permalink
JADI BAGAIMANA DENGAN MASYARAKAT ADAT JAWA ,ADAT BATAK,ADAT MELAYU DAN ADAT PAPUA, APA KAH ITU HARUS DIHAPUSKAN……….:?
Permalink
Permalink
negara ini laksana simbol2 politik, tanah, air & kekayaannya sdh mengadaikan, masyarakat adat berhak menggugat hak2nya yg tdk diberikan negara sebgai institusi pengelola tertinggi. jika negara kemudian menganggap bahwa tanah, air & kekayaan negeri2 moyang kita adalah hak milik negara scra utuh, lalu apakah kita ini dianggap pendatang yg numpang tinggal dan siap2 diusir kapan saja? omongkosong.com
Permalink
Hak Milik Negara secara utuh tidak mempunyai pengertian yang jelas, tidak ada peraturan yang membatasi hak negara tersebut. pertanyaannya memang jadi jelas, apa hubungan hak negara dengan hak pribadi atau hak adat ? Kalau ditanya Aparat di Dephut, jawabnya juga pasti tidak jelas, selalu mengacu pada Peraturan Formal, tanpa memahami adanya hak adat. Negara ini tidak selesai-selesai membuat benang merah kedua hak tersebut, sehingga yang lebih kecil yaitu adat dan perseorangan jadi kalah.
Permalink
yg dimaksud dgn Negara, Masyarakat, Adat, serta yg membuat UU Kemenhut itu emg cpa sich, mrk apa bukan masyarakat Indo yah??? bukannya mrk juga asalnya dari masyarakat yg menganut hukum adat???
Permalink
Itu makin memperjelas bahwapemerintah kita sekarang ini tdk ubahnya dengan pemerintahan seaman kolonial ,masa penduduk kampung di usir dari kampung halaman mereka dengan alasan demi hutan lindung/kawasan yang pada akhir dibebaskan demi perusahaan perkebunan yang malah merusak habitat asli hutan kita ,,,,makin kacau ,,,,
Permalink
Banyak aturan tentang hutan oleh pemerintah yg sebetulnya saya bingung krn hutanya di lampung sdh tidak ada. Penetapan suatu area atau wilayah ulayat menjadi hutan negara adlh semata mata utk mempermudah akses bagi pengelola negara untuk menerbitkan HGU bagi perusahaan perkebunan. Hutan adat yg berisikan cempedak, nangka, mangga hutan, durian, dll saat ini telah menjadi kebun singkong, rumah, kebun tebu dll. 10 maret 1940 sejumlah 28.128 Ha hutan adat diserahkan oleh pesirah kepada residen belanda dan 12 april terbit BW residen sebagai kawasan hutan. Apa daya saat ini tidak ada lagi hutan, yg ada adlh masyarakat adat yg termiskinkan krn tidak memiliki tanah dan sumber penghidupan. Bravo Aman. “Jayalah Indonesiaku “
Permalink
Indonesia Tanah Airku
Tanahku dirampas Airku dicemari
Mereka bangga dengan investor
bukankah Investor itu sama halnya dengan Penjajah???
Memang, kedatangan Investor itu sangat menguntungkan ……….itu pun bagi segelintir orang saja. Tapi kerusakan yang ditimbulkan bisa menjadi petaka bagi kehidupan dunia.
Pemerintah lebih mengutamakan Investor ( Penjajah ) daripada rakyat yang menjaga hutan rakyat demi kelangsungan hidup serta memelihara sumber kehidupan demi generasi yang akan datang.
Sangat ironis, Saya sebagai masyarakat adat KARO melihat dan menyaksikan sendiri “Penjajah” berdatangan ke tanah adat kami dengan menghancurkan hutan dan tidak menghargai masyarakat setempat lagi. lebih mengherankan lagi, oknum-oknum penegak hukum yang syogyanya menjaga dan melindungi rakyat berbalik arah. “Penjajah” dan Oknum-oknum tersebut mengadakan konspirasi sehingga merugikan rakyat.
Bagaimanapun, tidak akan pernah berhenti memperjuangkan hak-hak masyarakat adat khususnya tanah adat/ulayat.
Salam.
Jayalah AMAN, Jayalah Masyarakat Adat!!!!
Permalink
DASAR PEMERINTAHAN YL PRO KAPITALIS BUKAN PRO RAKYAT
LIHAT BANYAK TANAH DIRAMPOK PERUSAHAAN, BANYAK LAUT DIKUASAI NELAYAN ASING. PEMERINTAH 2009-2014 OKT BER LALU
ADALAH PRO KAPITALIS A.L TOYOTA DKK
Permalink
Pemerintah jangan pernah lupa tentang sejarah dari pahlawan se-Nusantara mereka semua dari masyarakat adat sebelum Indonesia merdeka.maka dari itu Pemerintah sepatutnya menghargai dan melestarikan masyarakat adat nusantara,semoga Allah s,w,t memberikan lindungan