Memperingati Hari Internasional Masyarakat Adat Se-Dunia yang digelar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara, di isi dengan beberapa agenda, mulai dari road show ke Radio dan Media Cetak, maupun menggelar diskusi dengan tema “Media Untuk Penguatan Suara Masyarakat Adat”.
Diskusi ini menghadirkan tiga orang pembicara yang mewakili medianya masing – masing, yaitu Ismet Alkatiri dari Malut Post, Azis Marsyaoli dari Radio Diahi FM, dan Aca dari RRI Cabang Ternate. Diskusi yang digelar di Kafe Jarod pada hari kamis (09/08), juga dihadiri oleh kalangan NGO/LSM, Media, Akademisi, Organisasi Kemahasiswaan dan Organisasi Kepemudaan.
Masalah yang dihadapi oleh Masyarakat Adat sangat kompleks. Seperti yang di ungkapkan oleh Ismet Alkatifi dari Malut Post. “Saat ini di Maluku Utara masyarakat adat diperhadapkan dengan sejumlah persoalan yang berhubungan dengan hak mereka. Persoalan tersebut muncul karena pemberian izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit di wilayah masyarakat adat. Kebijakan tersebut sebenarnya bentuk pencaplokan tanah – tanah adat yang mestinya dihormati oleh siapapun, karena sudah di atur dalam UUD. Sehingga beliau mendesak agar setiap investasi yang masuk ke wilayah masyarakat adat, tanah-tanah tersebut harus menjadi sahamnya masyarakat adat, bukan diperjualbelikan, bahkan tanah – tanah tersebut tidak bisa hanya dihargai dengan secuil uang dalam bentuk CSR” katanya.
Lanjut beliau, pemerintah harus menyadari bahwa sebagian besar masyarakat adat hidupnya bergantung pada ketersediaan pangan yang ada di hutan dan laut. Dua sector ini menjadi leading sector kehidupan masyarakat adat. Masyarakat adat juga sangat berkontribusi besar pada kehidupan orang kota. Seluruh potensi SDA terutama tambang yang ada di atas tanah – tanah adat, harus menjadi cadangan masa depan. Bukan dikuras habis, apalagi sampai hak – hak masyarakat adat pun tidak di hargai sama sekali. Padahal Indonesia ini tidak mungkin ada tampa ada masyarakat adat yang hidup bersebaran di Nusantara. Sebenarnya ini ironi bagi bangsa ini.
Media kurang responsive dengan masyarakat adat, jika ada itu hanya bersifat kasuistik. Sedangkan hal-hal lain jauh dari pemberitaan. Harus ada media alternative dalam mendorong isu – isu yang berhubungan dengan masyarakat adat. “Memang media belum menempatkan isu ini dalam pemberitaan, selain karena isu masyarakat adat di Maluku Utara itu masih baru, juga karena media memiliki keterbatasan jangkauan dan akses, sehingga butuh alternative. AMAN harus mendorong media alternative ini, karena akan lebih focus pada objek dalam pemberitaan” Ungkap Ismet Alkatiri.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Aca, salah satu Jurnalis dari RRI Cabang Ternate. Beliau mengatakan, selama ini telah terjadi pengabaian hak – hak masyarakat adat yang dilakukan oleh Negara dalam bentuk kebijakan untuk memberikan izin kepada perusahan – perusahan tambang di atas tanah – tanah adat. Karena itu sangat penting AMAN untuk terus melakukan advokasi yang berhubungan dengaan perlindungan hak – hak masyarakat adat. Beliau mengharapkan, Pemerintah Daerah bisa merumuskan Peraturan Daerah (Perda) yang berhubungan dengan perlindungan dan pengakuan hak – hak masyarakat adat di Maluku Utara. Hal ini agar tidak ada lagi perampasan tanah – tanah adat dan SDA lain yang menjadi hak milik masyarakat adat.
Aca juga melihat Media terutama RRI belum banyak memberikan ruang kepada masyarakat adat untuk menyuarakan apa yang mereka hadapi saat ini. “Kita belum banyak memberikan ruang itu, sehingga ini satu keberuntungan bagi RRI untuk bisa memulai mendorong isu yang berhubungan dengan masyarakat adat ini dan itu sudah kami diskusikan dengan AMAN saat pertemuan di kantor RRI untuk saling bekerjasama mendorong adanya informasi langsung berbasis komunitas. Kita akan mendidik kader – kader AMAN yang masih muda yang ada di komunitasnya, agar mereka ini menjadi contributor yang mengupdate informasi kampong ke RRI” ungkap beliau.
Peran media dalam menjembatani kepentingan public, penting untuk terus di dorong, karena itu sudah menjadi spirit media itu didirikan. Media harus membuka ruang sebesar-besarnya kepada public, terutama kepada masyarakat adat, karena banyak sekali kearifan local yang bisa dijadikan pelajaran bagi khalayak umum. Hal itu diungkapkan oleh Azis Marsyaoli yang hadir mewakili Radio Diahi FM. “ Sebenarnya banyak succestory yang sudah dilakukan oleh masyarakat adat dalam menjaga alam ini, dan itu bisa menjadi pembelajaran bagi kita. Media harus memberikan porsi dalam memberitakan yang berhubungan dengan succestory ini, sehingga menjadi pembelajaran secara umum” kata lelaki yang sehari – sehari sebagai dosen di UMMU ini.
Radio Diahi menyediakan segmen khusus bagi masyarakat setiap hari selasa. Ruang ini biasanya di manfaatkan oleh AMAN dan kawan-kawan LSM untuk diskusi dengan tema – tema yang berhubungan dengan Masyarakat Adat, lingkungan, pendidikan, dan kesehatan. “Saya kira AMAN sudah berapa kali diskusi di Radio Diahi dengan tema – tema yang berhubungan dengan hak – hak masyarakat adat” lanjut Azis.
Penguatan suara Masyarakat Adat membutuhkan media. Apalagi dengan sejumlah masalah yang mereka hadapi, seperti hilangnya akses masyarakat adat atas hutan, karena alihfungsi kawasan hutan untuk kepentingan eksploitasi tambang dan perkebunan sawit. Media harus memiliki keperpihakan kepada masyarakat adat sebagai tanggungjawab sosialnya. Jika tidak semangat mendirikan media itu hanya untuk melindungi kepentingan korporasi atau elit tertentu.
Munadi Kilkoda yang mewakili AMAN Maluku Utara menyadari hal itu. Karena itu momentum hari Internasional Masyarakat Adat Se-Dunia kali ini, kita mengambil temanya Media Untuk Penguatan Suara Masyarakat Adat.
AMAN telah melakukan kerjasama dengan Diahi FM dan RRI Cabang Ternate. Kerjasama ini akan sangat bermanfaatan, karena diharapkan media juga turut mendorong perlindungan dan pengakuan hak – hak masyarakat adat lewat perannya. “AMAN beberapa waktu lalu berkunjung ke Diahi FM, dan RRI Cabang Ternate, ternyata kita memiliki kesepahaman untuk kerjasama dan berjuang sama-sama mendorong hak – hak masyarakat adat ini dilindungi lewat peran masing-masing. Lepas puasa baru kita menandatangai MoU bersama”. (Munadi Kilkoda)